Pekerja Yang Memikirkan Diri Sendiri Merusak Serikat Pekerja

Hessa Air Genting, 26 Mei 2024
Penyebab kekalahan serikat buruh harus terus diatasi oleh seluruh anggota serikat buruh tanpa terkecuali. Hal ini menjadi sangat penting untuk dilakukan buruh karena serikat buruhlah satu-satunya senjata buruh dalam melawan ketidak-adilan ditempat kerja. Buruh tidak punya alat lain untuk melawan ketidak-adilan ditempat kerjanya selain serikat buruh itu sendiri yang mampu menjadi andalannya.
Baca : Refleksi IWD Dalam Perjuangan Serikat Pekerja/Buruh Di Sumut (gerakanmerdeka.com)
Tidak ada satupun buruh mampu menghadapi ketidak-adilan ditempat kerjanya dengan mengandalkan kemampuannya sendiri. Rata-rata buruh yang mampu sendirian di tempat kerja hanyalah buruh yang mampu menjilat atasannya dengan baik. “Kalau disini kami sebut angkat telor”, tutur Arbain dalam diskusi tentang penyebab serikat gagal dalam berjuang.
Buruh sadar dia membutuhkan serikat buruh disaat dia sedang mengalami permasalahan ditempat kerjanya. Jika permasalahan tersebut menimpanya, buruh pasti berharap serikat bekerja dengan maksimal untuk membelanya. Dia pun tak segan-segan berharap agar seluruh anggota serikat buruh berjuang maksimal untuk membantunya. Pada kondisi ini, buruh yang bermasalah sadar tentang prinsip dasar persatuan mengenai kerja sama dan kekompakan dalam persatuan.
Di kecamatan Bandar Khalifah, seorang pejabat perusahaan pernah berbalik gagang datang ke serikat minta menjadi anggota serikat dan di advokasi. Hal ini merupakan fakta bahwa buruh mengingat serikat sebagai alat juangnya ketika berhadapan dengan perusahaan. Hal ini pun fakta nyata bahwa perusahaan tidak merasa berkawan dengan buruh penjilat secara terus-menerus.
Pejabat tersebut pun sangat berharap serikat bergerak maksimal ketika membela kepentingannya. Diapun sibuk mendorong anggota serikat untuk maksimal membantu serikat dalam membelanya. Dirinya pun rajin bercerita tentang perlunya prinsip dasar persatuan mengenai kerja sama dan kekompakan dalam persatuan. Yang mana hal ini tidak pernah dilakukannya saat kondisinya masih aman dan masih menjadi kesayangan perusahaan.
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya buruh pada jabatan apapun mengetahui serikat buruh adalah sebuah kekuatan. Hanya saja, sifat individualistis yang sudah terlalu dalam menjadi darah daging bagi buruh, selalu saja mempengaruhi buruh untuk menjauh dari serikat ketika posisinya sedang aman.
Lihat : Ruang Kerja: Serikat Pekerja, aturan atau kebutuhan? (Ep.2) (youtube.com)
Ketika masalahnya selesai buruh akan kembali menjadi manusia yang individualistis. Buruh akan mulai jarang hadir dalam pertemuan dengan segala alasan yang dibuatnya. Ia pun mulai telat dalam membayar iuran dengan segala dalih yang luar biasa. Dan mulai menyebar cerita negatif tentang serikat ketika dirinya mulai menjadi buah bibir akibat munculnya sikap individualistisnya.
Baca : Isu ‘Usang’ Buruh dan Daya Tawar Lemah (cnnindonesia.com)
Jika dilihat dari halaman detik-edu pada www.detik.com, individualistis adalah sifat yang mementingkan diri sendiri dan mengingkari kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Arti manusia sebagai mahluk sosial adalah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan selalu bergantung pada orang lain. Dengan begitu, manusia tidak dapat dipisahkan dari kelompok karena tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain.
Baca Juga : Individualisme: Pengertian, Faktor, Dampak, dan Cara Mengatasinya (detik.com)
Sangat miris, namun itu salah satu fakta tentang penyebab mengapa perjuangan serikat buruh cendrung selalu kalah dengan perusahaan.
Setiap buruh sadar bahwa ketika anggota serikat buruh membesar, maka kekuatan serikat tersebut pun akan menjadi semakin besar. Namun anehnya, ketika ada kemampuannya untuk membesarkan serikatnya, dirinya justru tidak mau membantu pembesaran anggota serikatnya.
Ketidak mauan buruh membesarkan serikatnya, pada ummumnya disebabkan karena buruh tidak ingin posisi amannya terganggu. Dirinya menilai, bahwa jika dia bekerja membangun serikat ditempat kerjanya, dirinya akan tersingkir dari posisi amannya. Padahal, sudah nyata tidak ada buruh yang berposisi aman selamanya ditempat kerja. “Makanya, kita doakan saja buruh itu segera dapat masalah, bukan untuk kita tolong, tapi untuk kita ketawain”, tutur Fanaban dengan kesal.
Fanaban adalah sosok pengurus serikat yang sudah bertahan cukup lama menjadi anggota dan pengurus serikat. Berbagai sanksi dari perusahaan sudah pernah dirasakannya, mulai dari di mutasi ke Deli Serdang dari Asahan, sampai dipecat dan akhirnya dipekerjakan kembali. “Sudah cukup-cukuplah ngurus anggota ini, yang cuma datang baik-baik ke pengurus hanya karena ada masalah”, tutupnya.
Sifat individualistis buruh yang seperti inilah yang membuat pengurus serikat berpeluang menjadi pengurus yang nakal. Buruh lupa, bahwa pengurus serikat adalah buruh juga yang punya bibit individualistis sama seperti dirinya. Buruh lupa bahwa Pengusaha mengetahui sifat buruk buruh adalah sifat individualistis tersebut. Dan hal inilah yang mendasari pengusaha merangkul pengurus serikat untuk menghancurkan serikat. Dan ketika pengurus berhasil dirangkul, maka pengurus akan menjadi musuh dalam selimut bagi seluruh anggota serikat.
Fanaban, Ketua Serikat Pekerja SPMS ARI menyatakan, “sayangilah pengurus mu sebelum pengurusmu disayangi pengusaha”. Hal ini disampaikannya saat berdiskusi di kantor perwakilan Federasi Serikat Pekerja Multi Sektor di Asahan minggu lalu. Oleh karenanya, menerapkan sifat individualistis dalam serikat haruslah dirubah, sebab faktanya justru akan merusak persatuan. Dan serikat pun harus berani membuang anggota yang nyata-nyata memiliki sifat individualistis, dari pada serikat menjadi bubar karena contoh buruknya. (yig)
