Menuju Peringatan 20 Tahun Aksi FPTR Asahan, PBHI Dan GMNI


Selesaikan Konflik Tanah Selesaikan Konflik Tanah

Air Batu, 24 Juni 2025

Tak terasa, 3 bulan kedepan adalah 20 tahun Demonstrasi FPTR bersama PBHI Sumut dan GMNI DPC Medan di Kabupaten Asahan. Demonstrasi tersebut dilaksanakan tepat pada Hari Tani Nasional, tanggal 24 September 2005 di Kantor Bupati Asahan. Demonstrasi yang dilakukan di Kota Kisaran itu, diikuti oleh para petani anggota dari 37 kelompok tani yang tergabung didalam FPTR (Front Pembebasan Tanah Rakyat). Front ini sendiri, pembentukannya diinisiasi oleh PBHI Wilayah Sumatera Utara dan GMNI DPC Medan.

Baca : PBHI Akan Serahkan Amicus Curiae untuk Tokoh Adat Sorbatua Siallagan di Mahkamah Agung – Jakartanews.id

FPTR adalah persatuan dari kelompok-kelompok tani yang ada di Kabupaten Asahan. Kelompok-kelompok tani tersebut adalah kelompok tani yang tanah anggotanya di masa orde baru di rampas untuk pendirian perkebunan. Dan tujuan pembentukan kelompok tani tersebut oleh para petani adalah sebagai wadah perjuangan untuk pengembalian tanahnya yang dirampas dahulu.

Pemerintah Kabupaten Asahan menjadi titik serang FPTR, sebab perjuangan para petani tersebut didasarkan atas keberadaan dari Kepres 34 Tahun 2003. Kepres yang terbit dimasa presiden Megawati Soekarno Putri itu adalah Kepres tentang Kebijaksanaan Nasional Di Bidang Pertanahan, yang mengatur penyelesaian terkait sengketa tanah garapan diselesaikan di daerah. 

Desember 2003 dalam sebuah pertemuan kelompok tani di Desa Kwala Gunung, Almarhum Sukandar menceritakan kisah pilunya. Ternyata (saat menjabat sebagai Kepala Desa), Dia pernah terkena pukulan senjata api di dahi kirinya hingga berdarah gara-gara mempertahankan surat-surat tanah warganya yang hendak dibakar oleh seorang oknum tentara saat itu.

Ternyata sebelumnya, Ia (Sukandar) disuruh oleh Oknum Tentara untuk mengumpul surat tanah warga dengan alasan akan dilakukan pendataan. Namun na’as baginya, ternyata itu hanya alasan untuk membakar surat tersebut guna menghilangkan hak masyarakat diatas tanah yang hendak dijadikan areal perkebunan (menurut Sukandar).

Tak pelak, tidak menunggu waktu lama setelah surat-surat  tanah tersebut dibakar, areal pertanian warga ditraktor seluruhnya. Hal ini sesuai dengan pengakuan Almarhum Bero Sukarji yang merupakan salah satu operator alat berat yang mentraktor tanah masyarakat kala itu. Dan tak lama setelah itu, berdirilah tanaman kelapa sawit diatas areal yang turut diratakan oleh Almarhum Bero tersebut.

Tidak hanya Almarhum Sukandar, dalam pertemuan di Airbatu Asahan sekitar Maret 2004 Arisman pun menceritakan kisahnya. Saat itu Ia yang masih muda, melawan rencana pembangunan perkebunan di areal pertaniannya dengan mengorganisir masyarakat desanya. “Waktu itu tanah saya 5 Ha, hasil buka hutan di Desa Danau Sijabut”, tuturnya. Lanjutnya, “Lalu Saya di panggil ke Koramil di Kisaran, saya datang, dan ternyata langsung ditangkap dan tidak pulang lagi”, ceritanya. “Belakangan saya mengetahui, ternyata saat saya pergi ke Kisaran, rumah saya dibakar dan areal pertanian saya ditraktor”, tambahnya.

Istri Arisman dan satu orang anaknya, serta bayi yang dikandung istrinya, pun mengungsi ke rumah keluarga yang ada disekitar lokasi kebakaran. Tak lama setelah itu, diatas rumah dan tanah pertaniannya mereka, tertanam tanaman kelapa sawit diatasnya dengan gagah perkasa nya. Sepulang dari penjara, Arisman mendapati areal rumah dan lahan pertaniannya sudah ditanam sawit semuanya.

Dia menceritakan bahwa koran masa itu banyak yang memberitakan kisahnya, namun tak satupun kekuatan yang mampu menghukum pelaku kejadian tersebut. “Koran nya masih saya simpan rapi, disitu jelas disebutkan rumah saya dibakar saat itu”, terangnya sambil menunjukkan koran yang dimaksud nya.

Tidak hanya Almarhum Sukandar dan Arisman, masih banyak lagi nama lain yang juga mengalami perampasan tanah dimasa orde baru itu. Salah satunya adalah Almarhum Dancis di daerah Bandar Pulo, Asahan. Dia dan orang tuanya dituduh PKI, dan harus masuk ke penjara sembari areal pertaniannya digarap dan ditanam sawit oleh perkebunan. Tidak hanya dia, juga ada nama nama lain seperti Almarhum Kasman Simangunsong, juga di daerah Bandar Pulo.

Selain PBHI dan GMNI DPC Medan, ada nama lain yang turut andil dalam pembangunan dan aksi demonstrasi ditahun 2005 tersebut. Dia adalah Samsul Hilal yang akrab dipanggil dengan panggilan Bung Samsul. Dia adalah salah satu Anggota DPRD Sumatera Utara yang berasal dari daerah pemilihan Asahan pada masa itu. Ia juga turut dalam beberapa kali pertemuan kelompok tani, khususnya petani dari basis Gerakan Rakyat Marhaen (GRM) di Asahan. Ia juga turut dalam Kongres Pertama FPTR yang dilaksanakan di Bandar Pulo Asahan, dirumah Mislianto, kader GRM Asahan, April 2005.

Program yang diputuskan dalam Kongres FPTR tersebut adalah melakukan Demonstrasi ke Kantor Bupati Asahan. Demonstrasi tersebut diharapkan menjadi media untuk memaksa Bupati segera menyelesaikan permasalahan pertanahan yang ada di Asahan. tentunya, dasarnya adalah Kepres No. 34 Tahun 2003 tersebut diatas. Wakil Bupati yang masa itu menerima masa aksi, berjanji akan segera melakukan proses penyelesaian permasalahan tanah di Asahan. Ungkapan tersebut disambut dengan tepuk tangan dan sorak sorai massa aksi seolah keberhasilan tinggal beberapa hari lagi. 

Hingga saat ini, menjelang 20 Tahun aksi FPTR bersama PBHI Wilayah Sumut dan GMNI DPC Medan tersebut, tidak satupun tanah rakyat berhasil kembali. Dari keterangan Arisman, ketidak kompakan Pengurus FPTR masa itu diketahui menjadi penyebabnya. Pengurus FPTR yang ada bangkit menjadi raja-raja kecil ditengah-tengah anggota yang terdiri dari 37 kelompok tani. Hingga disuatu masa (tanpa melalui hasil rapat FPTR), pengurus menyetujui tindakan Reklaiming yang dilakukan salah satu kelompok tani anggota FPTR. Alhasil, pihak kepolisian dengan alasan pelanggaran Undang-Undang Perkebunan, menangkap Ketua dan Sekretaris FPTR dan menahannya. 

Hasilnya, FPTR pun fakum, dan harus tidak terkordinasi lagi karena isu akan adanya penangkapan lanjutan pada pengurus FPTR lainnya.

Kini, setelah  hampir 20 tahun demonstrasi FPTR tersebut, sudah banyak tokoh tokoh FPTR yang meninggal dunia. Pergerakan FPTR pun tidak terdengar lagi paska penangkapan ketua dan sekretaris FPTR tersebut ditahun 2006. Namun dari informasi Arisman, diketahui beberapa kelompok masih berjuang dengan tanpa nama FPTR sebagai wadahnya. “Seperti Almarhum Pak Dancis, setelah dia meninggal kelompoknya dipimpin oleh anak nya”, tutur Arisma. “Simpang Gambus juga bergerak kembali, mereka saat ini malah melakukan reklaiming, namun ndak tau kelanjutannya”, tambahnya.

Baca Juga : Kelompok Tani Tanah Perjuangan Desa Simpang Gambus, “Reborn”

Arisman dan kelompoknya pun saat ini kembali berjuang. Mereka berjuang dengan mekanisme Permenag & ATR/ Kepala BPN RI No. 21 Tahun 2020 Tentang Penanganan Dan Penyelesaian Kasus Pertanahan. “Kami mencoba lewat jalur itu, dan ada beberapa perkembangan yang kami temukan dari prosesnya, semoga ada jalan terang kedepannya”, tutupnya. (yig)

Arisman
Arisman
What’s your Reaction?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top