FPTR, Organisasi Petani Asahan 2005: KEMBALIKAN TANAH KAMI !
FPTR, ORGANISASI PETANI ASAHAN 2005: KEMBALIKAN TANAH KAMI !
Diceritakan Kembali Oleh: Arisman, Ketua Kelompok Tani Reformasi, Desa Danau Sijabut
Reformasi 1998, menghasilkan Gegap Gempita Kemegahan Kemenangan Rakyat yang ditandai dengan digulingkannya Soeharto. Banyak organisasi rakyat yang terbangun dimasa itu, baik organisasi tani, buruh, nelayan dan kaum miskin kota. Begitupun mahasiswa, dan kelompok menengah lainnya banyak membangun organisasi termasuk membangun Partai Politik.
Di Sumatera Utara sendiri, kaum tani pun banyak yang membangun organisasi baru. Terbanyak adalah organisasi tani yang didirikan oleh para petani DI masa orde baru. Para Petani ini dimasa orde baru itu, tanahya dirampas untuk pembangunan perkebunan-perkebunan. Akhirnya menghantarkan kaum tani menjadi kaum buruh.
Di Sumatera Utara, dimasa Reformasi 1998 berdiri sebuah organisasi yang bernama Aliansi Gerakan Rakyat Sumatera Utara. Organisasi itu disingkat (AGRESU).
Organisasi tersebut memiliki salah satu tujuan yaitu menguatkan organisasi rakyat, baik sektor tani, nelayan, buruh, mahasiswa dan kaum miskin kota. Salah satu organisasi yang dibangun serta dikuatkan oleh AGRESU adalah organisasi bagi kaum tani masa orde baru. Organisasinya bernama, Gerakan Rakyat untuk Reformasi Agraria (Gerag). Organisasi ini dihuni oleh Kelompok-Kelompok Tani yang menuntut pengembalian tanah tanah anggotanya yang dirampas di masa orde baru.
Di masa orde baru, banyak tanah petani yang dirampas tanahnya untuk kepentingan pembangunan perkebunan. Menurut penuturan Almarhum Sukandar, pada masa itu dia seorang Kepala Desa di Desa Kwala Gunung, disuruh oleh Buterpra (saat ini seperti Koramil) untuk mengumpulkan surat surat tanah warganya. Setelah di kumpul dan dihantarkan ke kantor Buterpra, surat surat dibakar di depan matanya. Dia mencoba melarang, namun kepalanya dipukul pistol. “Lihat ini bekas di kepala saya”, katanya sambal menunjukkan diatas dahinya.
Almarhum Bero Sukardji juga pernah menuturkan, bahwa dia sebagai pekerja kebun masa itu, dipaksa mentraktor tanah warga termasuk tanahnya sendiri untuk dijadikan areal perkebunan. “Dikawal aku sama tentara, kalau tidak di dor aku”, katanya.
Salah satu kelompok tani yang terbentuk diawal reformasi yang berada di Kabupaten Asahan adalah Kelompok Tani Reformasi. Kelompok Tani Reformasi ini adalah kelompok tani yang didirikan oleh petani-petani yang tanahnya dirampas pada masa orde baru oleh PT Karatia.
Arisman, adalah ketua dari Kelompok Tani Reformasi tersebut. Dirinya pada masa perampasan tanah tersebut, sempat ditahan di Kantor Koramil selama beberapa bulan. Alasan penahanannya dimasa itu adalah karena tidak bersedia meninggalkan lahan pertaniannya untuk dijadikan areal perkebunan. Alhasil katanya, “rumah ku dibakar dihari pertama aku di tahan, dan tanah pertanianku habis di traktor dan dibakar juga”. Tidak hanya Arisman, semua anggota kelompok tani Reformasi juga mengalami hal yang sama.
Kebangkitan perlawanan kaum tani Asahan yang telah lelah sejak berjuang diawal reformasi 1998, terjadi pada tahun 2005 awal. Para pemimpin dari kelompok kelompok tani Asahan yang terkoordinasikan kembali, membangun simpul bersama yang dinamai Front Pembebasan Tanah Rakyat (FPTR).
FPTR menjadi harapan baru, satu persatu kelompok tani yang telah lelah dan hampir bubar bangkit kembali. Alhasil, 37 kelompok tani bergabung dalam simpul Front Pembebasan Tanah Rakyat.
FPTR mengorganisir, FPTR melakukan pendidikan, pertemuan demi pertemuan, diskusi hingga diskusi, pagi, siang dan malam pun dilakukan. Penuh semangat dibawah pimpinan Alm. Jabil Manik.
Dalam perjalanannya, FPTR berhasil melakukan sebuah Demonstrasi Besar dihari tani nasional 24 September 2005. Jalan lintas Sumatera Utara macat total, sebab Kabupaten Batubara yang masa itu masih bagian dari Asahan, juga memiliki kasus yang sama dan kelompok tani sejenis.
Dari arah Medan masa tani berkonfoi dan berhenti di Taman Makan Pahlawan, dan melakukan Longmarch ke Kantor Bupati Asahan. Dari arah Riau masa turun di Terminal Kisaran, dan melakukan Long March menuju ke Kantor Bupati Asahan.
Besarnya masa dengan ikat kepala merah bertuliskan nama kelompok tani masing masing, merupakan pertanda jika rakyat bersatu tak terkalahkan. Semangat yang dimiliki sampai pada titik tertinggi, kekompakan terdongkrak hingga seperti saudara, focus menjadi maksimal seolah itu perjuangan terakhir.
Kini, Arisman bersama anggota nya, kembali menggulirkan perlawanan. Mungkin yang terakhir dalam hidup mereka untuk masalah ini, namun kali ini generasi dibawahnya akan maju memimpin, dengan harapan kecerdasan yang dimiliki generasi mereka, cukup kuat mengakhiri perlawanan dengan kemenangan.