Pemberi Kuasa Ke Depcolector Dipidana jika Ada Tindak Pidana


Debkolektor Kariikatur Debkolektor Kariikatur
Medan, 22 Mei 2025
 
Perjanjian Leasing, atau di masyarakat disebut kredit kendaraan bermotor (KB), sudah lama di kenal dalam transaksi jual beli di Indonesia. Masyarakat merasa terbantu karena bisa segera memiliki dan menggunakan KB tanpa membayar lunas terlebih dahulu. Masyarakat diberi kesempatan langsung memperoleh dan menggunakan KB dengan hanya membayar sebagian dari harga KB. Sebagian nilai yang dibayar tersebut di masyarakat akrab dikenal dengan istilah DP. 
 
 
DP sendiri merupakan singkatan dari Down Payment. Dalam bahasa Indonesia DP berarti Uang Muka. Nilainya bermacam macam, dan ditentukan berdasarkan kebijakan perusahaan pemberi kredit (leasing). Ada perusahaan yang menetapkan DP senilai 10% ada pula yang menetapkan hingga 30%.
 
Sisa dari harga KB setelah dikurangi DP, akan menjadi beban utang pembeli KB tersebut kepada perusahaan leasing. Pembayaran utang tersebut pun dilakukan dengan mencicil setiap bulannya kepada perusahaan leasing, dengan jangka waktu bervariasi. Biasanya cicilan bisa dilakukan selama minimal satu tahun dan maksimal lima tahun. Dan Pembeli KB diberi kewenangan untuk menentukan berapa lama jangka waktu cicilannya atas utang nya. 
 
Namun harus diingat, ada beban bunga atas utang pembeli KB terhadap  perusahaan leasing yang harus di bayar selain cicilan. Bunga tersebut besarannya ditentukan sendiri oleh perusahaan leasing tersebut. Bunga tersebut perhitungan nya mengacu kepada utang pokok. Misalkan bunga utang setahun adalah 12%, maka jika cicilan utang ditentukan 5 tahun oleh pembeli KB, total bunga utangnya adalah 12% x 5 = 60%.
 
Total sisa utang ditambah bunga, akan dibagi dengan berapa bulan jangka waktu pembayaran cicilan. Misalkan total utang 12 juta, dan jangka waktu cicilan selama 5 tahun dengan bunga 10 % pertahun, maka total yang harus dibayar selama 5 tahun adalah 12 juta + (1, 2 juta x 5) : 12 = 1,5 juta per bulan. 
 
Yang menjadi masalah adalah jika pembeli tidak membayar cicilan nya dalam waktu tiga bulan berturut turut. Biasanya dengan alasan sesuai isi perjanjian, akan ada orang yang mengaku dari perusahaan leasing untuk mengambil KB tersebut. Dan disini sering terjadi masalah hukum. 
 
Masalah hukum nya adalah jika pembeli KB tidak dengan sukarela menyerahkan KB kepada orang yang mengaku sebagai perwakilan perusahaan. Orang ini yang berbekal surat kuasa, biasanya akan mengancam dan menakut-nakuti pembeli KB dengan segala cara. Dan tak jarang menggunakan kekerasan untuk bisa menguasai KB dari pembeli KB. 
 
 
Terkait hal ini Fredrik J. Pinakunary Law Offices memberi pencerahan hukum bagi pembaca gerakan merdeka.com. Pencerahan hukum yang diberikan bertajuk, DIHUKUM PIDANA: ORANG YANG MEMBERI KUASA KEPADA PENAGIH UTANG UNTUK MENARIK OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DISERAHKAN SECARA SUKARELA OLEH DEBITUR DAN PENARIKAN TERSEBUT DILAKUKAN DENGAN PEMAKSAAN. 
 
Pencerahan Hukum ini didasarkan kepada Putusan Mahkamah Agung Nomor 862 K/Pid/2023, tanggal 3 Agustus 2023. Dimana diketahui Wahyu Perdamaian (Terdakwa) seorang karyawan swasta yang memberikan surat kuasa kepada dua orang yakni Resky Matatula dan Hermanus Matatula. Surat kuasa tersebut memberikan wewenang kepada keduanya untuk menarik kembali sebuah mobil Honda Brio, yang merupakan objek jaminan fidusia milik Partomuan Pardede, berdasarkan perjanjian pembiayaan dengan PT Mandiri Utama Finance (MUF). Mobil tersebut ditarik karena diduga adanya tunggakan pembayaran. Namun, penarikan kendaraan dilakukan secara paksa oleh Resky dan Hermanus, tanpa adanya persetujuan sukarela dari pihak yang menguasai mobil dan tanpa proses hukum yang sah. Dalam proses penarikan itu, terjadi pemaksaan dan ancaman terhadap pihak korban yang menimbulkan ketakutan serta tekanan psikologis.
 
 
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Terdakwa dijatuhi hukuman 10 bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana memaksa orang lain melakukan sesuatu dengan ancaman kekerasan secara bersama-sama yang diatur dalam Pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP. Putusan tersebut kemudian dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi pidana menjadi 6 bulan penjara. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menilai bahwa Judex Facti telah benar menerapkan hukum.
 
Meskipun Terdakwa tidak secara langsung melakukan penarikan secara paksa, Mahkamah menilai bahwa Terdakwa sebagai pemberi kuasa menyadari atau setidak-tidaknya dapat memperkirakan konsekuensi dari tindakan para pelaksana kuasa. Selain Itu, Terdakwa juga mengetahui bahwa penarikan objek jaminan Fidusia tidak boleh dilakukan secara paksa, melainkan harus adanya penyerahan oleh debitur secara sukarela. Meskipun antara PT MUF dan korban akhirnya terjadi perdamaian dan mobil tetap berada dalam penguasaan korban, proses pidana tetap berjalan karena unsur-unsur pidana sudah terpenuhi. Dengan demikian, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari Penuntut Umum. 
 
Sumber: 
Salam Pancasila, dari
Fredrik J. Pinakunary Law Offices
 
Depkolektor Ditangkap
Depkolektor Ditangkap
What’s your Reaction?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top