Rancangan Undang Undang Kesehatan, Ini Pasal Kontroversinya


Koordinator Posko Orange
Subagio, S.H.

Kesehatan Rakyat, Tanggung Jawab Negara

Subagio – Caleg Partai Buruh DPRD Sumatera Utara

 

Undang Undang Kesehatan sudah disahkan pada tanggal 11 Juli 2023. Namun pengesahan tersebut mendulang protes dari banyak kalangan termasuk Tenaga Kesehatan. Partai Buruh pun menyatakan akan menggelar aksi penolakan atas aturan tersebut.

Subagio, S.H. , yang merupakan Caleg Partai Buruh untuk DPRD Sumatera Utara berpendapat tajam atas hal ini.  “Ya begini kalau tidak ada wakil rakyat yang berorientasikan kerakyatan di DPR, pasti lari semua pikiran dan usulnya”, katanya. Dia yang merupakan Koordinator Posko Orange Sumatera Utara menyatakan akan menyiapkan protes bersama Nakes Sumut. “Saya akan buat program Posko Orange tolak Undang Undang Kesehatan baru”, katanya.

Selanjutnya dikatakannya, “Kalau rakyat mau produk DPR atau DPRD memihak kepentingan Rakyat, harus pilih yang benar benar bela rakyat”. “Jangan pilih yang ujuk ujuk nyaleg, salah itu, pilih yang sebelum nyaleg emang udah bantuin rakyat”, tambahnya. 

Berikut ini Pasal Kontroversi dari Undang Undang Kesehatan terbaru tersebut

 

Daftar Pasal Kontroversi Undang Undang Kesehatan

Pasal 154 ayat 3

Pasal itu berbunyi: “Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa narkotika; psikotropika; minuman beralkohol; hasil tembakau; dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya.”

Pasal ini disebut kontroversial karena memasukkan tembakau dengan narkotika dan priskotropika dalam satu kelompok zat adiktif.

Organisasi profesi IDI khawatir penggabungan ini akan menyebabkan munculnya aturan yang bakal mengekang tembakau jika posisinya disetarakan dengan narkoba dan memicu polemik di kalangan industri tembakau.

Pasal 233 – 241

Sejumlah pasal tersebut akan mempermudah dokter asing maupun dokter diaspora beroperasi di dalam negeri.

Dikatakan bahwa, “Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang telah lulus proses evaluasi kompetensi dan akan melakukan praktik di Indonesia haru memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sementara dan Surat Izin Praktik (SIP).

Kementerian Kesehatan mengatakan syarat dokter asing bisa bekerja dan berpraktik di Indonesia sangat ketat dan kelak diarahkan memberikan pelayanan kesehatan ke daerah 3T (daerah tertinggal, terdepan, dan terluar).

Tetapi Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Usman Sumantri, menilai ‘impor’ tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.

Usman juga mengatakan pemerintah semestinya lebih mengutamakan tenaga kesehatan dalam negeri demi pemerataan pelayanan.

Pasal 235 ayat 1

Tertulis di situ bahwa, “Untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Praktik) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 234 ayat 2, tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik dan bukti pemenuhan kompetensi”.

Bagi IDI, beleid ini sama saja mencabut peran organisasi profesi dalam hal praktik nakes karena tidak diperlukan lagi surat keterangan sehat dan rekomendasi dari organisasi profesi.

Padahal surat rekomendasi itu akan menunjukkan calon nakes yang akan praktik tersebut sehat dan tidak punya masalah etik dan moral sebelumnya.

Pasal 239 ayat 2

Isi pasal ini mengatakan: “Konsil kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai pasal tersebut “melemahkan” organisasi profesi lantaran sebagian besar fungsinya diambil alih oleh Kementerian Kesehatan.

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang sebelumnya independen dan bertanggung jawab ke Presiden nantinya akan bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 314 ayat 2

Pasal itu disebut IDI akan mengamputasi peran organisasi profesi karena isinya yang menyebutkan, “Setiap kelompok Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi”.

Namun di Pasal 193 terdapat 10 jenis tenaga kesehatan, yang kemudian terbagi lagi atas beberapa kelompok. Dengan begitu total kelompok tenaga kesehatan ada 48.

IDI sebagai salah satu penolak RUU Kesehatan, mengaku dibuat bingung, apakah satu organisasi profesi untuk seluruh jenis tenaga kesehatan, atau satu organisasi profesi menaungi setiap jenis kesehatan.

Lembaga itu mencontohkan, dokter gigi, dokter umum dan dokter spesialis yang masing-masing punya peran berbeda serta visi misinya juga beda.

Pasal 462 ayat 1

Pasal tersebut menyebutkan: “Setiap tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun.”

Kemudian di pasal 2 tertulis, “Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kematian, setiap tenaga kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pasal itu sebagai “kriminalisasi dokter” lantaran tidak ada penjelasan rinci terkait poin kelalaian yang dimaksud.

Dikuti Dari Halaman : Poin-poin Keberatan Nakes Atas UU Kesehatan yang Baru Disahkan (kompas.com)

What’s your Reaction?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
1
+1
0

Berita Terkait

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Top