Kemenaker Laksanakan Evaluasi Penerapan PP No. 51 Tahun 2023
Medan, 15 Maret 2024
Baru-baru ini telah dilaksanakan Rapat Konsolidasi Evaluasi Penerapan PP No. 51 Tahun 2023 tentang pengupahan. Rapat ini dilaksanakan oleh Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja). Rapat ini dilaksanakan bersama pemangku kepentingan dari Kemenaker, asosiasi pengusaha, dan serikat buruh.
Baca : Satgas UU Cipta Kerja Gelar Konsolidasi Upah Minimum dan Alih Daya (cnnindonesia.com)
Sementara itu, Ketua Pokja Monitoring dan Evaluasi Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Edy Priyono, menjelaskan bahwa dengan diadakannya rapat konsolidasi ini, tim Satgas UU Cipta Kerja dapat mengevaluasi penerapan peraturan pemerintah No. 51 Tahun 2023 tentang pengupahan.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa komponen upah minimum sebelumnya hanya ditentukan oleh inflasi atau pertumbuhan ekonomi saja. Sementara setelah adanya revisi upah minimum ditentukan oleh inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Mengenai rapat tersebut, Jurnalis gerakanmerdeka.com mewawancarai Meliana, S.H untuk mendengar pandangannya. Meliana,S.H., adalah Ketua Serikat Pekerja Multi Sektor Sumatera Utara (SPMS-SU). Beberapa bulan terakhir dirinya selalu berada di Pengadilan Hubungan Industrial Medan dalam rangka mengawal sidang anggotanya.
Saat ini anggota SPMS SU ada yang sedang bersidang di Pengadilan Hubungan Industrial Medan. Pasalnya adalah karena Tunjangan Hari Raya dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan di tempat kerja.
Baca Juga : PT. PCAS DIDUGA MEMBAYAR THR TIDAK SESUAI ATURAN HUKUM (gerakanmerdeka.com)
Disela-sela kesibukannya, Jurnalis gerakanmerdeka.com meminta pandangan SPMS-SU terkait rapat PP No. 51 Tahun 2023 tentang pengupahan tersebut. Dalam pandangannya, menurut Meliana SPMS-SU sejak awal merupakan salah satu serikat yang menolak UUCK. Undang-Undang Cipta Kerja yang disingkat UUCK tersebut, menurutnya adalah untuk kepentingan pengusaha.
Hal inilah yang melatar belakangi akhirnya SPMS-SU juga tidak mempercayai niat UUCK berikut dengan aturan turunannya. Menurut Meliana, dalam pengalaman SPMS-SU terkait upah, penegak hukumlah yang perlu di-utak-atik. “Yang perlu dirubah itu adalah kinerja penegak hukum ketenagakerjaan, misalkan Pengawas”, tutur Meliana.
Menurut Meliana selama ini kekecewaan yang ada atas kinerja Pengawas Ketenagakerjaan. Selain lamban dengan alasan kesibukan dan kurang tenaga, juga patut dicurigai independensinya menurut Meliana. “Harusnya mereka itu tampil sebagai pengendus pelanggaran aturan ketenagakerjaan, namun yang kami lihat sebaliknya”, tambahnya.
Baca Juga : Repost : “Ombudsman dan Paradoks Pengawasan Ketenagakerjaan” (buruhmerdeka.com)
Pengalaman inilah yang menurut Meliana membuat hampir semua serikat buruh menolak UUCK. Para Serikat yang menolak UUCK tidak melihat niat baik pemerintah dengan UUCK. Seharusnya jika niatnya baik, pemerintah pasti menemukan masalah utama adalah para penegak hukum ketenagakerjaan. “Secanggih apapun aturannya, kalau pengawas begitu-begitu saja, aturan itu hanya hiasanya ketenagakerjaan”, kata Meliana.
Baca Juga : POSKO ORANGE AKAN LAPORKAN SEGERA PENGAWAS KETENAGAKERJAAN ! (buruhmerdeka.com)
Meliana menambahkan, “jika hasil rapat tidak merekomendasikan perbaikan kinerja pengawas, maka jelas rapat itu tak berguna”. Terlihat sebegitu kesalnya Meliana terhadap kinerja Pengawas Ketenagakerjaan ini, yang harusnya menjadi perhatian pemangku kebijakan.
Memang, jikalau penegak aturan ketenagakerjaan kinerja nya buruk, maka sebaik apapun aturan tidak akan dapat berjalan dengan baik. Oleh karenanya pemerintah perlu untuk memperhatikan terkait dengan kinerja penegak aturan ketenagakerjaan. Pemerintah sepertinya sudah perlu mengevaluasi kinerja pengawas ketenagakerjaan apakah sudah sesuai aturan atau tidak.
Meliana menutup pembicaraan dengan kembali menekankan terkait dengan kinerja penegak hukum ketenagakerjaan. “Pokoknya jika tidak pengawas yang dievaluasi, tidak akan ada perubahan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia”, tutup Meliana. (Novie)